Pages

Selasa, 01 April 2014

#latepost: Melenyapkan Generasi Serba Tanggung

Melenyapkan Generasi Serba Tanggung
oleh Mentari Rizki Amelia

     Tak dapat dipungkiri, bahwa kualitas suatu negara tidak pernah lepas dari kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dimilikinya. Bahkan, tanpa adanya SDM yang berkualitas, sumber daya alam (SDA) yang melimpah tak akan bisa dimanfaatkan dengan baik karena pengelola yang kurang kompeten di bidangnya. Tak dapat dipungkiri pula, bahwa untuk membentuk SDM yang berkualitas, sekolah sangat berperan penting di dalamnya. Pendidikan yang diajarkan di sekolah merupakan bekal seorang anak untuk dapat menjadi pribadi yang berkualitas. Sekolah mengajari mereka menjalin hubungan sosial yang baik dengan teman-temannya, mengingat manusia adalah makhluk sosial yang tak dapat hidup tanpa orang lain. Sekolah juga mengajari mereka ilmu-ilmu pengetahuan yang nantinya dapat berguna dalam banyak aspek. Maka, sekolah yang baik menjadi salah satu faktor pembentukan SDM yang berkualitas. Lantas, bagaimanakah sekolah yang diidam-idamkan oleh para siswa/siswi? Bagaimanakah seharusnya sekolah yang dapat membentuk SDM yang berkualitas itu?
     Sekolah yang baik adalah sekolah yang menyenangkan, sekolah yang membuat siswa-siswinya ingin selalu pergi kesana setiap pagi, bertemu dengan teman-temannya, guru-gurunya, bahkan segudang pelajaran yang ada di dalamnya. Lihatlah, seorang anak TK selalu bersemangat pergi ke sekolah. Karena di sekolah, mereka melakukan apa yang mereka suka. Ya, bermain. Guru dan teman yang asik juga menjadi salah satu pendorong seorang anak TK bersemangat pergi ke sekolah. Lalu apakah semua sekolah harus seperti sebuah TK untuk menjadi sekolah dambaan siswa? Yang pelajarannya hanya bermain, banyak mainan, dan guru-gurunya tidak pernah marah?
***
     Guru-guru TK selalu terlihat manis. Guru-guru yang super sabar dan tak pernah marah, bahkan ketika seorang anak tak sengaja pipis di pangkuannya. Tapi jika guru-guru di sekolah dasar dan menengah berperilaku sama, kemungkinannya hanya dua. Pertama, para siswa akan merasa keterlaluan jika tidak berperilaku baik juga kepada guru tersebut. Ya, sungkan. Kedua, tak ada rasa hormat siswa kepada guru, karena merasa bahwa guru terlalu legowo dan selalu menghadapi kenakalan siswanya dengan terlalu sabar.
Guru harus memiliki wibawa, sehingga siswa menaruh rasa hormat padanya dan selalu berusaha untuk bersikap baik kepadanya. Guru harus tegas, mampu meluruskan siswa ke jalan yang lurus lagi jika siswa tak sengaja belok di pertigaan yang salah. Namun yang paling penting adalah guru harus mampu menjadi tempat paling nyaman siswa untuk bertanya dan meminta pendapat di sekolah. Ya, guru harus mampu pula menjadi teman dan orang tua bagi siswanya, karena hubungan yang baik antara guru dengan siswa menjadi salah satu faktor paling penting bagi kenyamanan siswa di sekolah.
     Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain. Tidak hanya guru, teman juga menjadi faktor paling penting di sekolah. Semua pasti ingin menjadi Gabriella dalam film High School Musical yang memiliki Taylor sebagai sahabatnya. Taylor yang selalu terdepan saat memberi dukungan pada Gabriella, Taylor yang selalu betah mendengarkan cerita Gabriella, serta Taylor yang selalu memberi pengaruh positif bagi Gabriella. Karena tidak ada anak yang menginginkan pem-bully-an, bahkan permusuhan dengan temannya seperti apa yang mereka tonton di sinetron. Karena semua ingin menjadi Gabriella, yang selalu nyaman dan senang pergi ke sekolah setiap pagi.
     Selain guru dan teman, lingkungan sekolah menjadi salah satu faktor mengapa siswa memilih sebuah sekolah. Beberapa anak bahkan memilih sekolah berdasarkan seberapa tinggi gedungnya, semegah apa gedung sekolahnya, atau sebanyak apa pohon di sudut-sudut sekolah. Ya, karena lingkungan sekolah menjadi salah satu penentu kenyamanan siswa. Lingkungan sekolah yang sehat, asri, dan indah pastinya selalu membuat siswa-siswi nyaman berada di sekolah. Bahkan pemerintah telah menyelenggarakan berbagai macam lomba sekolah sehat. Mulai dari sekolah UKS, sampai sekolah adiwiyata. Hal ini tentu saja dimaksudkan supaya semua sekolah mampu menciptakan lingkungan yang sehat dan asri, supaya membuat semua warga sekolah nyaman. Lingkungan sekolah yang sehat dan asri dengan banyak pohon dan tanaman tumbuh, serta kebersihan yang selalu terjaga tentu saja tidak hanya diciptakan oleh pihak sekolah, namun juga guru dan siswa. Maka dari itu, sekolah harus mampu menanamkan pendidikan cinta lingkungan sejak dini pula kepada para siswanya supaya lingkungan sekolah yang sehat dan asri dapat tercipta setiap saat dan merupakan sumbangsih semua warga sekolah. Karena manusia hidup dengan alam, itulah mengapa pendidikan linngkungan menjadi sangat penting. Semua siswa membutuhkannya.
     Di sisi lain, sekolah tidak hanya tempat untuk belajar matematika dan fisika. Tapi juga tempat untuk mengambangkan potensi diri. Wawancara dengan seorang bapak-bapak yang menjadi siswa SMA 25 tahun lalu menyadarkan saya tentang sesuatu. Bahwa dulu, sekolah hanya berfungsi sebagai ‘tempat mendapatkan nilai’. Guru hanya bertugas untuk mengajar siswa sehingga mereka tidak mendapat angka merah di rapot. Hanya sebatas itu. Tidak ada bimbingan untuk siswa tentang “ Apa yang harus saya lakukan dengan nilai bagus ini? Apa yang harus saya lakukan setelah lulus SMA? Setelah lulus kuliah? Lalu apa sebenarnya potensi dan bakat saya?“. Beliau bercerita tentang bagaimana banyak teman SMA-nya lulus dengan wajah bingung, karena belum tahu harus menekuni bidang apa setelah lulus. Itulah mengapa bimbingan dan dorongan sekolah kepada siswa untuk mengembangkan potensinya sangat penting. Dengan begitu, siswa akan lebih semangat menuntut ilmu, karena mereka sudah memiliki tujuan untuk menjadi apa yang mereka inginkan dan senangi, sesuai dengan kemampuannya. Kata-kata yang selalu saya ingat dari guru saya, “ Kalau kamu senang dengan suatu bidang, sesusah apapun itu, kamu akan memiliki tenaga ekstra untuk melakukannya. Karena kamu suka. “. Nah, kalau seseorang sudah menekuni apa yang mereka suka, maka mereka akan cenderung mampu menguasainya dengan baik. Sehingga, mereka siap menjadi SDM yang berkualitas dengan kemampuannya. Tak akan ada lagi “ SDM serba nanggung”. Karena semua telah mantap di bidangnya masing-masing.
     Tentu saja pengembangan potensi dan bakat siswa tidak hanya tugas guru. Sekolah harus mampu memfasilitasinya. Pertama, kurikulum yang berlaku harus mendukung hal tersebut. Misalnya, pelajaran kesenian yang memfasilitasi bakat siswa di bidang seni, atau pelajaran-pelajaran lainnya.
     Saya pernah mendengar pernyataan seperti ini, “ Guru kesenian di sekolah saya pintar sekali bernyanyi. Suaranya aduhai. Tapi beliau hanya bisa menyanyi. Kami hanya diajari menyanyi. Padahal kami juga ingin bermain gitar dan bass, atau melukis di atas kanvas. “
     Kalau kasusnya seperti ini, siapa yang rugi? Ketika kurikulum atau program sekolah yang berlaku ternyata tidak sesuai dengan apa yang harusnya dikembangkan. Bagaikan melempar anak panah dengan mata tertutup sehingga tertancap di luar sasaran tembak. Meleset total. Sekolah perlu membuka mata, melihat apa yang seharusnya menjadi sasarannya. Sehingga sekolah mampu memutuskan apa yang seharusnya dilakukan agar anak panah tersebut benar-benar mampu tertancap tepat sasaran.
     Kedua, sarana dan prasarana yang mendukung. Siapa yang tidak menemukan banyak mainan ketika TK? Bongkar pasang, jungkat-jungkit, ayunan, dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut pasti terdapat di sebuah sekolah TK, berfungsi untuk mendukung minat muridnya, yaitu bermain. Tentu saja kita tidak mengharapkan sebuah sekolah menengah memiliki jungkat-jungkit dan ayunan. Karena sudah bukan saatnya remaja berumur belasan tahun bermain jungkat-jungkit. Seorang remaja belasan tahun yang menyukai musik, membutuhkan studio musik dengan fasilitas lengkap di sekolahnya. Sedangkan yang suka bereksperimen dengan bahan-bahan kimia membutuhkan laboraturium kimia terpadu. Sama halnya dengan para olahragawan remaja yang membutuhkan lapangan basket, lapangan voli, atau lapangan futsal di sekolahnya. Ya, fasilitas akan menjadi salah satu faktor pendukung untuk pengembangan potensi dan minat siswa.
     Ketiga, hubungan yang baik antara orang tua siswa dengan sekolah. Tidak dapat dipungkiri bahwa orang tua menjadi salah satu penentu masa depan anak. Maka, komunikasi yang baik antara sekolah dengan orang tua tentu akan berdampak baik terhadap perkembangan potensi seorang anak. Orang tua mampu mengetahui perkembangan anaknya di sekolah, sehingga tahu apa yang perlu mereka lakukan untuk mengembangkannya di luar sekolah. Sekolah, dalam hal ini guru, juga harus mengetahui perkembangan siswa di rumah, sehingga dapat memperlakukan dan menangani siswa tersebut sesuai yang seharusnya mereka terima.
***
     Ya, sebuah sekolah yang memenuhi dambaan para siswa tentu akan menciptakan output yang baik pula. Jika para siswa senang pergi ke sekolah, senang dengan guru-guru dan pelajarannya, pasti ilmu-ilmu yang disampaikan juga akan lebih mudah terserap. Suasana menyenangkan yang ada di sekolah juga akan membuat para siswa tidak bosan, bahkan merindukan sekolah setiap saat. Dengan efektifnya kegiatan belajar-mengajar di sekolah, maka salah satu faktor penentu SDM yang berkualitas sudah terwujud. Dengan SDM yang berkualitas, maka terpenuhilah salah satu faktor kualitas sebuah negara. Jadi, bukan tidak mungkin, dengan mewujudkan sebuah sekolah dambaan setiap siswa, Indonesia mampu menjadi negara yang maju beberapa tahun ke depan.
     Namun, bayangkan jika sekolah tidak mampu menjadi tempat paling nyaman untuk siswa. Akan lebih banyak siswa membolos, akan lebih banyak siswa tawuran, dan pengaruh terbesarnya adalah menurunnya kulaitas SDM di Indonesia. Kurangnya bimbingan akan menjadi salah satu faktor munculnya SDM yang tidak kreatif dan ‘serba tanggung’. Karena akan jarang ditemui orang-orang yang memang betul-betul master di suatu bidang.
     Lalu mengapa sekarang Malaysia menjadi negara yang lebih maju daripada Indonesia? Karena ketika Indonesia sibuk membenahi sektor ekonomi pada masa perkembangannya, Malaysia justru memperbaiki sektor pendidikan di negaranya. Terjawab sudah, mengapa dulu banyak mahasiswa Malaysia berbondong-bondong menuntut ilmu di Indonesia, namun sekarang justru mahasiswa Indonesia berbondong-bondong menuntut ilmu di negeri jiran.
     Meskipun kita juga tidak dapat memungkiri bahwa untuk mewujudkan sekolah dambaan semua anak negeri, banyak hal yang masih perlu diperbaiki dari kualitas pendidikan di Indonesia. Semua orang tentu berharap, pendidikan di Indonesia mampu mengungguli pendidikan negara lain, sehingga semakin sedikit warga pribumi yang memilih untuk meneruskan studi di luar negeri karena merasa pendidikan di Indonesia masih kurang memadai. Semua orang juga tentu berharap, 20% APBN yang memang dianggarkan untuk pendidikan di Indonesia benar-benar tersalurkan sehingga tidak ada lagi sekolah rusak di pinggiran kota, tidak ada lagi warga miskin yang putus sekolah, dan adanya pemerataan pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. Tidak ada lagi kondisi dimana warga pinggiran semakin terpinggir, dan warga kota yang semakin maju. Semua orang di Indonesia berhak mendapatkan pendidikan yang layak, seperti bunyi Pasal 31 UUD 1945. Saya yakin, kita semua yakin, dengan terwujudnya pendidikan yang berkualitas, Indonesia pasti mampu bersaing di lingkup global. Tidak akan ada lagi “SDM Serba Nanggung”, yang ada hanya manusia-manusia penantang masa depan yang berkompeten.


Oktober 2013